Sunday, May 11, 2014

Tarian Pedang

Cerpen Ganda Pekasih


“INGIN bicara dengan Tuhan?” 

Penjaga dinding ratapan itu geram, belum pernah ada yang ingin bicara dengan Tuhan kecuali meratap dan membenturkan kepala. Lalu dengan sabar laksana rahib dia menyuruh lelaki itu pergi ke kastil tempat imam imam mereka. Lelaki itu menghunus sangkurnya dan menikam penjaga itu sampai mati. 

Lelaki itu sudah pergi ke berbagai pelosok dunia, istana-istana kekuasaan, kerajaan-kerajaan yang berkuasa bersama sekutunya iblis dan penjajah, negeri di bawah gelombang sampai atap dunia. Dia bisa tiba di mana saja bak kabut.

Dia pernah terlihat di Kuil Ratu Khayangan Jagat, mengamuk dengan pedangnya dan membakar seribu lampion yang tergantung di kota-kota hingga sang Ratu murka lalu menggiringnya ke ceruk Longsan, kawasan berduri dengan beribu gumpalan salju membatu di lereng lereng Gunung Rongzhi, ladang kematian kaum revolusioner. Dengan dupa emas Sang Ratu terhenyak di altar tulang belulang seratus pemuda yang mati demi mendirikan istana tujuh puncak yang menjulang tinggi bak cawan Gunung Rongzhi yang disembah.

“Selamat datang Lelaki Pedang, demi namamu yang masyhur.”

“Kau menjamu tapi juga ingin membunuhku?”

Ratu Khayangan murka, wajah semua pengiringnya  membeku, lelaki itu telah melumpuhkannya, terhempas pecah seperti kaca. Sang Ratu membuka topengnya dan melesat ke atap istana.

“Mampuslah kau pendusta!” seru lelaki berjubah kelabu tua.

Lalu meteor-meteor salju sekeras batu terlepas dari busurnya, menghunjam dari lereng-lereng Gunung Rongzhi. Pedang berkelebat, panah menghunjam, sang Ratu sekarat di atas atap gerbang istana.
 
&&&

Lelaki itu tiba di semenanjung utara Teluk Hudson Kanada ketika musim semi pergi dan beruang-beruang muncul mencari makan. Sebuah tempat peribadatan tua ramai dikunjungi orang-orang muda yang tertarik kemunculan wajah Tuhan di atas langit rumah ibadah.  Usai kemunculan wajah Tuhan lonceng menara tak digerakkan lagi oleh tangan penjaga, tapi digerakkan oleh angin berputar-putar kencang menyambut kedatangan lelaki itu.

Perempuan tua bersyal putih dibordir gladiol dengan wajah keriput, mata keruh berwarna seperti air sumur menunjukkan jari telunjuknya ke menara  kepada orang orang muda yang mengaguminya sebagai wanita suci hingga muncul wajah Tuhan di sana, saat Lelaki berjubah itu tiba di dekatnya wajah perempuan tua itu berubah merah darah memandangnya, terpancar pandangan kebencian berabad abad. “Bodoh…,” Sinis lelaki itu.

“Kunci mulutmu!”

“Pembohong besar!”

Perempuan itu melepas syal putihnya dan berlari ke rumah peribadatan, jubah panjangnya yang hitam berkibar seperti hendak terbang,  lalu dia menghilang di dalam. Api tiba tiba mulai membakar rumah itu, orang orang panik, perempuan suci itu bisa mati di sana tapi tak ada yang berani menolongnya menjadi martir Tuhan, sedang lelaki berjubah itu mengacungkan pedangnya ke langit, menampung kilat panas cahaya yang membakar apa saja.
                               
&&&

Meksiko, seratus orang sedang merapal mantera, Sekte Hari Kiamat menetapkan 9 Juni sebagai hari akhir. Dan mereka telah melihat surga. Tuhan memberkati mereka bahwa  sebuah komet dari galaksi terjauh kutub bumi, yang mereka namakan Malaikat Srigala Guadalahara  akan menjemput roh mereka ke surga yang dijanjikan, di sana tubuh mereka akan diganti jadi lebih kuat.

“Jangan percaya iblis pengkhianat, mereka ingkar dan kalian akan jadi tumbal api jahanam!”

Seratus orang yang merapal mantra menggigil memperhatikan Lelaki Berjubah, pengembara dari negeri asing berselimut debu yang tak pernah mereka lihat. Mereka ingin menyentuh, memegang jubahnya bak sayap burung burung dari utara, membuat kerinduan dalam dada, tapi pemimpin sekte  cepat membagikan mereka cawan-cawan minuman untuk dihabiskan.

Mereka lalu meregang nyawa, roh mereka direntapkan dengan kasar. Lelaki itu menghunus sangkurnya dan menikam mati pemimpin sekte. “Pimpin anak buahmu ke neraka, iblis terkutuk!”

“Tolong, jaga anakku yang akan lahir. Beri dia nama Jacguess yang agung. Mahgdalena kalau wanita, aku suka tentang perempuan bernama Maghdalena yang ditulis Khalil Gibran.”

“Kau akan punya anak?”

“Ibunya pelacur di jalanan Guadalahara”

“Kau tertipu, Iblis! Jacguess telah mati!”

Lelaki itu menangis memanggili Jacguess agung, melolong-lolong seperti anjing serigala tua berwarna kelabu dari Balkan.
                               
&&&

Bosnia, seorang pengemis tua berambut dan berjenggot putih duduk di ujung pintu rumah sakit sehabis pembantaian oleh para tentara penguasa bermata perak, sisa kekuatan politik abad lampau yang kejam dan sadis. Bau amis darah yang mengering di jalan itu menikam penciuman.

“Kami berlindung pada Tuhan. Tuhan datang dengan wajah tak dikenal. Dia bisa dilihat pada hari kiamat seperti ketika melihat bulan. Ketika suatu hari nanti kita akan melihatnya itulah hari yang nyata di mana kita akan kekal bersama di sungai sungai yang mengalir.”

Lelaki Pedang bersimpuh.    

“Semua manusia akan digiring pada bukit yang tinggi, di mana Tuhan dapat melihatnya. Mereka akan berdiri di belakang pemimpin pemimpin yang mereka sebut dulu Tuhan tapi tak bisa berbuat apa apa, lalu mereka digiring ke jembatan yang menuju Jahannam. Tuhan akan menghukum mereka. Beristirahatlah, akan ada seorang Rasul yang pertama diberi lewat, yang sedih mengkhawatirkanmu sepeninggalnya, ikutilah dia dari bangsa mana pun.”

Lalu sangkurnya yang pendek seperti kepunyaan para

Resi dilepaskan. “Besi-besi bengkok seperti gantungan daging akan menyambar nyambar, mereka akan menyesali menentang Rasul Sang Utusan. Tuhan mengenali mereka pada wajahnya yang tak ada pada makhluk lain, maka neraka diharamkan untuk mereka.”

“Seperti apa wajahnya?”

“Kau telah melihatnya dalam mimpi.”

“Aku tak pernah memimpikannya, aku tak bisa melihatnya.”

Lelaki berjubah bangkit dan menghunus pedangnya.

“Kau hanya pintar berkata-kata karena kedatanganku!”

“Aku pernah mendengarnya, membaca riwayat dan kitabnya.”

“Kau penipu, fitnah, penghasut. Kau iblis laknat, orang munafik.”

“Terserah padamu, tapi iblis dan para munafik juga membenarkan kelahirannya adalah tanda akhir zaman yang pertama di dunia. Duduklah bersama. Sudah cukup pekerjaan para Iblis, tak perlu berapa juta manusia lagi untuk mengisi neraka sedangkan nenek moyang mereka dulu  pernah di surga.”

“Panggilkan aku nenek moyang-nenek moyang yang kau sebutkan itu!”

“Mereka selalu datang berwujud penguasa-penguasa, berebut menjadi pemimpin dan melupakan hukum-hukum-Nya, mereka menyimpan dayang wanita-wanita telanjang, raja dan ratu yang sudah kau kenal sebelumnya.”

“Mereka punya sejuta wajah?” 

“Pergilah ke Timur, kau akan temukan di selasar gedung kepolisian, seorang bocah yatim piatu, kedua orang tuanya terlunta-lunta tanpa rumah, mereka orang orang yang shaleh,  mereka segelintir dari manusia yang akan masuk surga tanpa diisap.”

“Kau sok tahu.”

Lelaki itu memejamkan matanya, malaikat di kiri kanannya memberinya penglihatan, dia lalu melihat pemandangan seperti laut,  menggelegak panas di bawah cendawan langit yang marah. Lelaki itu malu, dia sudah lama mendengar dan membaca berita lumpur itu tapi hanya mendengarnya.

Lalu dia berkelebat pergi, dan pengemis itu menangis kehilangan.
                           
&&&

Sidoarjo, di selasar kantor polisi dia menemukan seorang gadis kecil 5 tahun sedang menghitung kerikil dari balik bajunya yang sempit, lalu dia pingsan. Lelaki berjubah terhenyak, anak perempuan yang kelaparan mengganjal perutnya dengan batu di negeri timur matahari berbukit bukit hijau.

Sepeninggal lelaki itu mencari makanan gadis itu terbatuk, lendir dan busa keluar dari mulutnya.  Iblis perempuan bersama suaminya Lelembut Banaspati tiba di tempat itu ingin melarikan si gadis kecil  untuk mereka isap jiwa dan darah manisnya dari urat uratnya yang hijau.   

“Kau nakal, kau lupa bahwa paru parumu kotor karena tenggelam di Lumpur waktu ayahmu demo. Ayo kembali ke pengungsian.”

Gadis kecil itu meronta, setan-setan itu mengecup bibirnya. Lelaki berjubah tiba. 

“Hentikan Laknat!”

Sepasang setan itu bersiap melesat ke balik awan dengan gadis kecil itu yang tak bergerak dalam cengkeraman. “Ambillah!”

Setan itu melemparkan mayat si gadis kecil, lelaki itu cepat menangkapnya dan menghunus pedangnya, berkelebat bagaikan kilat.

Di atas luapan Lumpur di permukaan bejana raksasa uap racun lelaki berjubah berhasil memenggal sepasang kepala setan itu, membakarnya dengan asap racun lewat panas ujung pedangnya, hingga bak debu yang berhamburan.

Dia mengembalikan gadis itu ke selasar kantor polisi dan menampar polisi gemuk yang tertidur di posnya.

Awan-awan bergelombang di atas luapan lumpur beriringan di antara angin yang bertiup perlahan. Lelaki itu menangkap bisik-bisik awan dan lumpur yang menyembur tak henti-henti, membaca bentang kitab mereka bahwa Tuhan Allah selalu turun dini hari di sini. Tuhan beserta bala tentaranya yang tak pernah tidur mengurus makhluk-makhluk-Nya.
                               
&&&

Inilah negeri paling laknat dibanding mana pun, rakyatnya pura-pura menyembah Tuhan padahal menyembah setan dan iblis. Mereka bersekutu dengan pusaka-pusaka milik setan iblis yang mereka puja-puji, pejabatnya korupsi, ingkar janji, padahal bersumpah di atas kitab-Nya yang paling suci, mereka paling senang ke dukun-dukun yang mengaku paranormal pandai terawang nasib. Negeri ini sangat hina dina karena paling makar pada-Nya, penantang yang nyata tanpa menoleh ke hukum-hukum-Nya.

Lelaki berjubah duduk bersimpuh di selasar Masjid Tua At-Taubah, dan rumah-rumah yang akan terus jatuh dibenamkan ke tanah oleh gelegak lumpur, dia tersedu mencium jubahnya yang kelabu dan berpasir. Di tempat ini dia ingin bicara dengan Tuhan, bahwa dia ingin melihat surga yang diceritakan yang pernah didiami dan dinikmati nenek moyang segala iblis dan setan, yang mereka bilang semua sangat indah dibanding bumi tua renta bak perempuan tua yang bersolek menyambut malam ini, tapi surga itu telah mereka tinggalkan sejak dulu demi sebuah rencana besar memasukkan semua manusia ke Jahanam.

Dini hari, bulan begitu bersinar indah, kuning berkilau keemasan dan tembaga. Bukit-bukit membisu, gelegak berhenti, hewan-hewan menahan napasnya, hening. Dini hari yang sendu biru. Dia melihat seribu malaikat mulai turun dengan sayap-sayapnya yang bercahaya berkilauan, baru sekarang dia melihat makhluk-makhluk putih itu, dan seakan dia mencium bau surga yang mereka bawa, surga yang kekal, rumah-rumah dari zamrud dan mutiara, minuman susu dan daging burung terlezat yang dijanjikan untuk manusia. Mereka selalu muda, dikelilingi bidadari yang selalu perawan dan katanya para lelaki di pagi hari mereka akan meniduri seratus bidadari yang bisa kembali perawan.

Itulah tempat yang dirindukannya dan semua makhluk di bumi,  berapa lagi iblis-iblis terkutuk dari jenis manusia bodoh, serakah, mengangkat dirinya raja, pemegang pusaka setan-setan yang harus diburu, agar dia bisa kembali pergi ke sana dan menukarnya dengan surga. Surga yang dulu nenek-nenek moyangnya meninggalkannya karena tak suka ciptaan-Nya yang lain, yang mereka sebut bau dan kotor, penantang zalim yang bernama manusia. Dan takhta, surga yang sebatas hanya baru dijanjikan bagi mereka, semakin jauh dari bumi yang hijau. n
   

Lampung Post, Minggu, 11 Mei 2014

No comments:

Post a Comment